Jumat, 03 Februari 2012

Eleminasi


BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Eleminasi merupakan kebutuhan dasar manusia seperti defekasi atau Buang air besar. defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan mahkluk hidup. Buang air besar dapat terjadi secara sadar dan tak sadar. Manusia dapat melakukan buang air besar beberapa kali dalam satu hari atau satu kali dalam beberapa hari. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali-kali dalam satu hari, biasanya gangguan-gangguan tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi masalah yang lebih besar. Kehilangan kontrol dapat terjadi karena cedera fisik (seperti cedera pada otot sphinkter anus), radang, penyerapan air pada usus besar yang kurang (menyebabkan diare, kematian, dan faktor faal dan saraf).

B.     Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas defekasi mempunyai ruang lingkup yang sangat luas oleh karena itu penulis hanya membatasi bahasan pada konsep defekasi, serta mengangkat salah satu gangguan defekasi yaitu konstipasi.

C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan batasan masalah  maka adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.         Agar kita dapat mengetahui fisiologi dan proses defekasi
2.         Agar dapat mengetahui apa yg disebut dengan konstipasi dan cara pengobtannya

BAB II PEMBAHASAN
A.      Defekasi
1.      Buang Air Besar
·         Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan (Dianawuri, 2009).
2.      Fisiologi Buang Air Besar
·            Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktu yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang biasanya bekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelah pencernaan dimulai maka peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi perasaan di daerah perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah dengan penutupan glottis dan kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus mengendor dan kerjanya berakhir (Pearce, 2002).

3.      Proses Buang Air Besar
·         Jenis gelombang peristaltik yang terlihat dalam usus halus jarang timbul pada sebagian kolon, sebaliknya hampir semua dorongan ditimbulkan oleh pergerakan lambat kearah anus oleh kontraksi haustrae dan gerakan massa. Dorongan di dalam sekum dan kolon asenden dihasilkan oleh kontraksi haustrae yang lambat tetapi berlangsung persisten yang membutuhkan waktu 8 sampai 15 jam untuk menggerakkan kimus hanya dari katup ileosekal ke kolon transversum, sementara kimusnya sendiri menjadi berkualitas feses dan menjadi lumpur setengah padat bukan setengah cair.
·         Pergerakan massa adalah jenis pristaltik yang termodifikasi yang ditandai timbulnya sebuah cincin konstriksi pada titik yang teregang di kolon transversum, kemudian dengan cepat kolon distal sepanjang 20 cm atau lebih hingga ke tempat konstriksi tadi akan kehilangan haustrasinya dan berkontraksi sebagai satu unit, mendorong materi feses dalam segmen itu untuk menuruni kolon.
·         Kontraksi secara progresif menimbulkan tekanan yang lebih besar selama kira-kira 30 detik, kemudian terjadi relaksasi selama 2 sampai 3 menit berikutnya sebelum terjadi pergerakan massa yang lain dan berjalan lebih jauh sepanjang kolon. Seluruh rangkaian pergerakan massa biasanya menetap hanya selama 10 sampai 30 menit, dan mungkin timbul kembali setengah hari lagi atau bahkan satu hari berikutnya. Bila pergerakan sudah mendorong massa feses ke dalam rektum, akan timbul keinginan untuk defekasi (Guyton, 1997).
Gambar proses B A B

B.       Mekanisme Defekasi
Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum.  Dalam keadaan normal, setiap harinya, kolon menerima sekitar 500 mL kimus dari usus halus melalui katup ileosekal dengan waktu yang dibutuhkan 8-15 jam.  Oleh karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan berlangsung di usus halus, maka kolon hanya menerima residu makanan yang tidak dapat dicerna seperti selulosa.  Selulosa dan bahan lain yang tak dapat dicerna akan keluar sebagai feses.
Gerakan kontraksi pada kolon disebut kontraksi haustra yang lama interval antara dua kontraksi adalah 30 menit, sedangkan usus halus berkontraksi 9-12 kali dalam semenit.  Kontraksi haustra berupa gerakan maju-mundur yang menyebabkan isi kolon terpajan ke mukosa absorptif yang melibatkan pleksus intrinsik.  Kontraksi lambat ini pula yang menyebabkan bakteri dapat tumbuh subur di usus besar.
Peningkatan nyata motilitas berupa kontraksi simultan usus besar terjadi tiga sampai empat kali sehari.  Kontraksi ini disebut gerakan massa yang mampu mendorong feses sejauh sepetiga sampai tiga perempat dari panjang kolon hingga mencapai bagian distal usus besar, tempat penyimpanan feses. Refleks gastrokolon, yang diperantarai oleh gastrin dari lambung ke kolon dan oleh saraf otonom ekstrinsik, terjadi ketika makanan masuk ke lambung dan akan memicu refleks defekasi.  Oleh karena itu, sebagian besar orang akan merasakan keinginan untuk buang air besar setelah makan pagi.  Hal ini karena refleks tersebut mendorong isi kolon untuk masuk ke rectum sehingga tersedia tempat di dalam usus untuk makanan yang baru dikonsumsi.  Selanjutnya, isi usus halus akan didorong ke usus besar melalui refleks gastroileum.
Gerakan massa mendorong isi kolon ke dalam rektum sehingga rektum meregang.  Peregangan ini menimbulkan refleks defekasi yang disebabkan oleh aktivasi refleks intrinsik.  Refleks intrinsik, lebih tepatnya pleksus mienterikus, menimbulkan gerakan peristaltik sepanjang kolon desendens, sigmoid, dan rectum yang memaksa feses memasuki anus dan membuat sfingter anus berelaksasi.  Namun, defekasi dapat dicegah jika sfingter anus eksternus yang berupa otot rangka tetap berkontraksi yang dikontrol secara sadar.  Dinding rektum yang semula meregang akan perlahan-lahan melemas dan keinginan untuk buang air besar mereda hingga akhirnya datang gerakan massa berikutnya.
Gerakan peristaltis yang dipicu oleh refleks intrinsik bersifat lemah.  Oleh karena itu, terdapat refleks parasimpatik untuk memperkuatnya.  Sinyal dari rektum dilanjutkan terlebih dahulu ke korda spinalis lalu dikirim balik ke kolon, sigmoid, dan rektum melalui nervus pelvis sehingga gerakan peristaltis bersifat lebih kuat.  Sinyal defekasi yang memasuki korda spinalis menimbulkan efek lain seperti tarikan nafas yang dalam, penutupan glotis, dan kontraksi abdomen yang mendorong feses keluar.
Pengubahan Sisa Makanan Menjadi Feses(1),(2)
Di dalam usus besar, tidak terjadi proses pencernaan karena ketiadaan enzim pencernaan dan penyerapan yang terjadi lebih rendah daripada usus halus akibat luas permukaan yang lebih sempit.  Dalam keadaan normal, kolon menyerap sebagian garam (NaCl) dan H2O.  Natrium adalah zat yang paling aktif diserap, Cl- secara pasif menuruni gradient listrik, dan H2O berpindah melalui osmosis.  Melalui penyerapan keduanya maka terbentuk feses yang padat. Sekitar 500 ml bahan masuk ke kolon, 350 ml diserap dan 150 g feses dikeluarkan.  Feses ini terdiri dari 100 g H2O dan 50 g bahan padat seperti selulosa, bilirubin, bakteri, dan sejumlah kecil garam. Dengan demikian, produk sisa utama yang dieksresikan melalui feses adalah bilirubin, serta  makanan yang pada dasarnya tidak dapat diserap oleh tubuh.
C.       Fisiologi dan Anatomi Kolon
Fungsi utama kolon adalah (1) absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk feses yang padat dan (2) penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan. Setengah bagian proksimal kolon berhubungan dengan absorbsi dan setengah distal kolon berhubungan dengan penyimpanan. Karena sebagai 2 fungsi tersebut gerakan kolon sangat lambat. Tapi gerakannya masih seperti usus halus yang dibagi menjadi gerakan mencampur dan mendorong.
Gerakan Mencampur “Haustrasi”.
Gerakan segmentasi dengan konstriksi sirkular yang besar pada kolon, ± 2.5 cm otot sirkular akan berkontraksi, kadang menyempitkan lumen hampir tersumbat. Saat yang sama, otot longitudinal kolon (taenia koli) akan berkontraksi. Kontraksi gabungan tadi menyebabkan bagian usus yang tidak terangsang menonjol keluar (haustrasi). Setiap haustrasi mencapai intensitas puncak dalam waktu ±30 detik, kemudian menghilang 60 detik berikutnya, kadang juga lambat terutama sekum dan kolon asendens sehingga sedikit isi hasil dari dorongan ke depan. Oleh karena itu bahan feses dalam usus besar secara lambat diaduk dan dicampur sehingga bahan feses secara bertahap bersentuhan dengan permukaan mukosa usus besar, dan  cairan serta zat terlarut secara progresif diabsorbsi hingga terdapat 80-200 ml feses yang dikeluarkan tiap hari.
Gerakan Mendorong “Pergerakan Massa”.
Banyak dorongan dalam sekum dan kolon asendens dari kontraksi haustra yang lambat tapi persisten, kimus saat itu sudah dalam keadaan lumpur setengah padat. Dari sekum sampai sigmoid, pergerakan massa mengambil alih peran pendorongan untuk beberapa menit menjadi satu waktu, kebanyakan 1-3 x/hari gerakan.
Selain itu, kolon mempunyai kripta lieberkuhn tapi tidak ber-vili. menghasilkan mucus (sel epitelnya jarang mengandung enzim). Mucus mengandung ion bikarbonat yang diatur oleh rangsangan taktil , langsung dari sel epitel dan oleh refleks saraf setempat terhadap sel mucus Krista lieberkuhn. Rangsangan n. pelvikus dari medulla spinalis yang membawa persarafan parasimpatis ke separuh sampai dua pertiga bagian distal kolon. Mucus juga berperan dalam melindungi dinding kolon terhadap ekskoriasi, tapi selain itu menyediakan media yang lengket untuk saling melekatkan bahan feses. Lebih lanjut, mucus melindungi dinding usus dari aktivitas bakteri yang berlangsung dalam feses, ion bikarbonat yang disekresi ditukar dengan ion klorida sehingga menyediakan ion bikarbonat alkalis yang menetralkan asam dalam feses. Mengenai ekskresi cairan, sedikit cairan yang dikeluarkan melalui feses (100 ml/hari). Jumlah ini dapat meningkat sampai beberapa liter sehari pada pasien diare berat
D.      Absorpsi dalam Usus Besar
Sekitar 1500 ml kimus secara normal melewati katup ileosekal, sebagian besar air dan elektrolit di dalam kimus diabsorbsi di dalam kolon dan sekitar 100 ml diekskresikan bersama feses. Sebagian besar absorpsi di pertengahan kolon proksimal (kolon pengabsorpsi), sedang bagian distal sebagai tempat penyimpanan feses sampai akhirnya dikeluarkan pada waktu yang tepat (kolon  penyimpanan)
Absorbsi dan Sekresi Elektrolit dan Air.
Mukosa usus besar mirip seperti usus  halus, mempunyai kemampuan absorpsi aktif natrium yang tinggi dan klorida juga ikut terabsorpsi. Ditambah taut epitel di usus besar lebih erat dibanding usus halus sehingga mencegah difusi kembali ion tersebut, apalagi ketika aldosteron teraktivasi.  Absorbsi ion natrium dan ion klorida menciptakan gradien osmotic di sepanjang mukosa usus besar yang kemudian menyebabkan absorbsi air
Dalam waktu bersamaan usus besar juga menyekresikan ion bikarbonat (seperti penjelasan diatas) membantu menetralisir produk akhir asam dari kerja bakteri didalam usus besar
E.       Kemampuan Absorpsi Maksimal Usus Besar
Usus besar dapat mengabsorbsi maksimal 5-8 L cairan dan elektrolit tiap hari sehingga bila jumlah cairan masuk ke katup ileosekal melebihi atau melalui sekresi usus besar melebihi jumlah ini akan terjadi diare.
1.         Kerja Bakteri dalam kolon.
Banyak bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara normal pada kolon pengabsorpsi. Bakteri ini mampu mencerna selulosa (berguna sebagai tambahan nutrisi), vitamin (K, B₁₂, tiamin, riboflavin, dan bermacam gas yang menyebabkan flatus di dalam kolon, khususnya CO, H, CH)
2.         Komposisi feses.
Normalnya terdiri dari ³⁄ air dan ¹⁄ padatan (30% bakteri, 10-20% lemak, 10-20% anorganik, 2-3% protein, 30% serat makan yang tak tercerna dan unsur kering dari pencernaan (pigmen empedu, sel epitel terlepas). Warna coklat dari feses disebabkan oleh sterkobilin dan urobilin yang berasal dari bilirubin yang merupakan hasil kerja bakteri. Apabila empedu tidak dapat masuk usus, warna tinja menjadi putih (tinja akolik). Asam organic yang terbantuk dari karbohidrat oleh bakteri merupakan penyebab tinja menjadi asam (pH 5.0-7.0).  Bau feses disebabkan produk kerja bakteri (indol, merkaptan, skatol, hydrogen sulfide). Komposisi tinja relatif tidak terpengaruh oleh variasi dalam makanan karena sebagian besar fraksi massa feses bukan berasal dari makanan. Hal ini merupakan penyebab mengapa selama kelaparan jangka panjang tetap dikeluarkan feses dalam jumlah bermakna.

F.       Konstipasi
1.      Pengertian konstipasi
·         Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada seseorang, disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang sangat keras dan kering (Wilkinson, 2006).
·         Konstipasi adalah defekasi dengan frekuensi yang sedikit, tinja tidak cukup jumlahnya, berbentuk keras dan kering (Oenzil, 1995).
·         Konstipasi adalah kesulitan atau kelambatan pasase feses yang menyangkut konsistensi tinja dan frekuensi berhajat. Konstipasi dikatakan akut jika lamanya 1 sampai 4 minggu, sedangkan dikatakan kronik jika lamanya lebih dari 1 bulan (Mansjoer, 2000).


2.      Penyebab konstipasi
·         Kurang gerak.
·         Kurang minum.
·         Kurang serat.
·         Sering menunda buang air besar.
·         Kebiasaan menggunakan obat pencahar.
·         Efek samping obat-obatan tertentu (antasid dan opiat) sampai adanya gangguan seperti usus terbelit.
3.      Patofisiologi konstipasi
·         Defekasi menjadi sulit manakala frekuensi pergerakan usus berkurang, yang akhirnya akan memperpanjang masa transit tinja. Semakin lama tinja tertahan dalam usus, maka konsistensinya akan semakin keras, dan akhirnya membatu sehingga susah dikeluarkan (Arisman, 2004).
·         Rasa takut akan nyeri sewaktu berdefekasi juga dapat menjadi stimulus psikologis bagi seseorang untuk menahan buang air besar dan dapat menyebabkan konstipasi. Rangsangan simpatis atau saluran gastrointestinal menurunkan motilitas dan dapat memperlambat defekasi. Aktivitas simpatis meningkat pada individu yang mengalami stress lama. Obat-obatan tertentu misalnya antasid dan opiat juga dapat menyebabkan konstipasi (Corwin, 2000).
4.      Cara mengurangi resiko konstipasi
·         Menyarankan untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi setiap hari,
·         seperti sayuran dan buah-buahan.
·         Menganjurkan untuk minum paling sedikit delapan gelas cairan (air, jus, teh, kopi) setiap hari untuk melembutkan feses.
·         Menganjurkan untuk tidak menggunakan laksatif secara rutin, karena bisa menyebabkan ketergantungan (Moore, 1997).



5.      Pemeriksaan
·            Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan.
·            Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau tonjolan. Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut. Perabaan lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor atau pelebaran nadi.
·            Pada pemeriksaan ketuk dicari pengumpulan gas berlebih, pembesaran organ, cairan dalam rongga perut atau adanya massa tinja. Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara gerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus.
·            Pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air besar. Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan tinja, atau adanya darah.
·            Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor resiko konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya darah dari dubur. Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran cerna, tukak, wasir, dan tumor.
·            Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang menyumbat bahkan melubangi usus. Jika ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari dubur atau riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu dilakukan koloskopi (Nri, 2004).

6.      Terapi
·         Terapi diberikan sesuai penyebabnya dan pada lansia pengobatannya harus hati-hati. Untuk pengobatan biasanya dimulai fase 1 yaitu perubahan kebiasaan hidup meliputi latihan buang air besar secara teratur, dikombinasi olahraga, dan diet banyak cairan minimum 1500 cc/hari air/jus buah, makanan berserat sehari 20-30 gram.
·         Jika belum membaik, maka terapi memasuki fase 2, yaitu penggunaan obat-obatan laksatif atau supositoria dan enema serta terapi lainnya.
·         Jika fase 2 tidak efektif, maka perlu pemeriksaan radiologis, bahkan pada konstipasi tertentu perlu dilakukan tindakan operasi (Arief, 2008).

Kamis, 02 Februari 2012

Kista


BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Di era globalisasi sekarang ini masyarakat di Indonesia dituntut untuk serba cepat, diantaranya dalam hal ekonomi, informasi dan kesehatan. Bukan hal yang tak lazim lagi apabila sekarang ini wanita Indonesia yang telah berkarir dalam bidangnya masing-masing. Tuntutan rutinitas pekerjaan yang begitu padat serta menyita waktu terkadang menjadi alas an banyaknya wanita searang ini sulit menjaga kesehatan.
Wanita zaman sekarang ini bisa dibilang memiliki pola hidup yang kurang baik, seperti tidak rutin berolahraga, tidak mengatur pola makan yang baik, serta mudah stress, semua itu merupakan  pola hidup yang kurang sehat yang dapat mengakibatkan sesorang mudah diserang panyakit. ada sebuah penyakit yang terbilang cukup menarik untuk diketahui oleh setiap  wanita khususnya yang berusia produktif yaitu penyakit kista.
Kista memiliki beberapa jenis diantaranya adalah kista folikel, kista korpus luteum, kista dermona, kista dermoid, kista lutein, kista coklat (endometriosis), dll.  Penyakit ini terbilang cukup unik dan mengundang perhatian, tidak sedikit juga wanita di Indonesia mengenal penyakit ini, tetapi tidak sedikit pula wanita yang terkesan acuh tak acuh  dalam menganggulangi atau menyikapi penyakit ini, hal ini terjadi kerena sumber maupun informasi yang ada tentang penyakit ini masih kurang, sehingga banyak wanita bereaksi kurang tanggap akan bahaya penyakit ini, ini terbukti melalui peningkatan penderita penyakit ini dan hamper 25% penderita penyakit ini meninggal dunia.
B.       Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat kita ketahui  bahwa penyakit kista memiliki beberapa jenis,  karena waktu yang sangat singkat maka penulis membatasi masalah ini pada garis-garis besar penyakit kista.

C.       Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah adalah sebagai berikut:
1.      Dapat membarikan informasi tentang penyakit kista khususnya bagi penulis  dan setiap wanita pada umumnya.
2.      Dapat menjadi refrensi bagi penulis dan tenaga medis dalam mengambil tidakan keperawatan.

BAB II PEMBAHASAN
A.      Defenisi
Penyakit kista merupakan penyakit yang menyerang kaum perempuan. Kista sendiri merupakan benjolan yang berisi cairan yang berada di indung telur. Penyakit ini merupakan penyakit tumor jinak, karena kebanyakan penanganannya tidak melalui operasi besar. Namun berdasarkan tingkatan keganasan, penyakit kista dapat dibagi menjadi dua macam:
1.         Kista non-neoplastik, yang sifatnya jinak dan biasanya akan mengempis sendiri setelah 2 hingga 3 bulan.
2.         Kista neoplastik, kista ini umumnya harus dioperasi, namun hal itu pun tergantung pada ukuran dan sifatnya
Menurut Dr. dr. T. Z.Jacoeb, SpOG-KFER, kista tidak hanya dapat tumbuh di ovariom atau indung telur wanita saja, tetapi juga dapat tumbuh di paru-paru, usus dan bahkan di otak. Penyakit kista dapat disebabkan oleh polusi udara dan debu.
Adanya dioksin dari asap pabrik dan pembakaran gas bermotor dapat menurunkan daya tahan tubuh manusia yang kemudia akan membantu tumbuhnya kista. Selain itu dari faktor makanan, lemak berlebih atau lemak yang tidak sehat akan mengakibatkan zat-zat lemak tidak dapat dipecah dalam proses metabolisme sehingga akan meningkatkan hormon testosteron.

Ada 4 macam kista indung telur. Kista fungsional, dermoid, cokelat (endometriosis) dan kista kelenjar (cystadenoma). Sampai saat ini masih belum diketahui bagaimana terjadinya kista. Biasanya tumbuh sangat pelan dan sering terjadi keganasan pada umur lebih 45 tahun. Dari keempat kista ini yang paling banyak dan justru sering mengecil sendiri seiring dengan membaiknya keseimbangan hormonal adalah kista fungsional.
Penyakit kista juga dapat dikatakan penyakit degeneratif atau keturunan. Jika orang tua atau nenek anda pernah menderita penyakit kista atau mioma, maka dapat dipastikan anda termasuk salah satu keturunan pembawa sifat penyakit kista.
Namun pembawa sifat bukan berarti penderita penyakit kista, anda dapat mencegah timbulnya penyakit kista dengan gaya hidup sehat. Hindari makanan-makanan berlemak tinggi, rajinlah berolah raga serta konsumsilah makanan dan minuman yang mengandung antioksidan. Karena antioksidan dapat menangkal radikal bebas dari polusi debu dan udara.
Walau pun peynyakit kista termasuk penyakit jinak, tatapi penyakit ini memiliki potensi untuk menjadi penyakit ganas. Dan apabila sudah menjadi seperti itu maka harus ditangani serius. Meskipun toh belum ganas, kista jika terplintir akan mengakibatkan rasa sakit yang sangat perih.
Beberapa gejala timbulnya penyakit kista adalah rasa nyeri sewaktu haid, nyeri perut bagian bawah, sering merasa ingin buang air besar atau kecil, dan pada keadaan yang sudah lanjut dapat teraba benjolan pada daerah perut. Dan jika kista pecah, misalnya saat berhubungan seksual, penderita akan merasa nyeri yang bertambah bila melakukan aktivitas fisik berat.
B.       Jenis –jenis Kista
1.         Kista Serosum
·           Berisi cairan bening, bentuk seperti buah yang bertangkai dan warnanya seperti perasan air kunyit
·           Bersarang di indung telur (ovarium)
·           Pembesaran kista ini dipengaruhi oleh siklus haid
·           Jika terjadi kehamilan sementara ada kista serosum, kista bisa saja terdesak dengan pertumbuhan janin yang semakin membesar. Akibatnya bisa terjadi terpelintirnya tangkai kista dan menyebabkan sakit yang sangat.
2.         Kista Musinosum
·         Kista ini berisi cairan lendir yang kental dan lengket, bentuknya menyerupai ingus tapi sifat pelekatannya mirip dengan tepung kanji.
·         Penanganan kista musinosum harus hati-hati dan seksama agar tidak pecah. Bila pecah, cairan lengket akan membuat lengket organ-organ yang ada di dalam perut. Hal ini berbahaya karena bisa membuat usus saling menempel dan kista semakin sulit diambil.
3.         Kista Dermoid
·         Bentuk cairan kista seperti mentega.
·         Kandungannya tidak hanya berupa cairan tetapi ada juga partikel lain seperti rambut, gigi, tulang atau sisa-sisa kulit.
·         Dermoid timbul dari sisa-sisa sel embrio yang terpental ke organ genital sewaktu yang bersangkutan masih dalam kandungan.
·         Seperti halnya kista musinosum, kista dermoid pun penanganannya harus hati-hati. Jika pecah maka cairan di dalamnya seperti rambut, gigi atau tulang, bisa masuk ke perut dan menimbulkan sakit luar biasa.

4.         Kista Endometriosis
·         Kista ini berasal dari sel-sel selaput perut yang disebut peritoneum.
·         Penyebabnya karena infeksi kandungan menahun, misalnya keputihan yang dibiarkan. Sehingga kuman-kuman masuk ke selaput perut melalui saluran indung telur.
·         Infeksi tersebut melemahkan daya tahan selaput perut, sehingga mudah terserang penyakit.
·         Ketika haid tidak semua darah haid keluar mealui lubang vagina, tetapi ada yang memercik ke rongga perut. Kondisi ini merangsang sel-sel rusak yang ada di selaput perut, sehingga bisa menimbulkan penyakit baru yang dinamakan endometriosis.
·         Endometriosis sering disebut tumor jinak, karena penyusupannya yang perlahan.
·         Endometriosis tumbuh di lapangan perut dan pelan-pelan menyebar ke hamper semua organ. Seperti usus, paru, hati, otot rahim, mata dan otak. Tetapi tempat bersarang yang paling sering adalah pada diding rahim.
·         Tak heran kalau penderita endometriosis mengalami sakit yang sangat ketika haid, karena indung telur membengkak ketika haid.
5.         Kista korpus luteum
·         Bilamana lonjakan LH terjadi dan sel telur dilepaskan, rantai peristiwa lain dimulai.
·         Folikel kemudian bereaksi terhadap LH dengan menghasilkan hormon estrogen dan progesteron dalam jumlah besar sebagai persiapan untuk pembuahan.
·         Perubahan dalam folikel ini disebut korpus luteum. Tetapi, kadangkala setelah sel telur dilepaskan, lubang keluarnya tertutup dan jaringan-jaringan mengumpul di dalamnya, menyebabkan korpus luteum membesar dan menjadi kista.
·         Meski kista ini biasanya hilang dengan sendiri dalam beberapa minggu, tetapi kista ini dapat tumbuh hingga 4 inchi (10 cm) diameternya dan berpotensi untuk berdarah dengan sendirinya atau mendesak ovarium yang menyebabkan nyeri panggul atau perut. Jika kista ini berisi darah, kista dapat pecah dan menyebabkan perdarahan internal dan nyeri tajam yang tiba-tiba.
6.         Kista folikular
·         Folikel sebagai penyimpan sel telur akan mengeluarkan sel telur pada saat ovulasi bilamana ada rangsangan LH (Luteinizing Hormone).
·         Pengeluaran hormon ini diatur oleh kelenjar hipofisis di otak. Bilamana semuanya berjalan lancar, sel telur akan dilepaskan dan mulai perjalannya ke saluran telur (tuba falloppi) untuk dibuahi. Kista folikuler terbentuk jika lonjakan LH tidak terjadi dan reaksi rantai ovulasi tidak dimulai, sehingga folikel tidak pecah atau melepaskan sel telur, dan bahkan folikel tumbuh terus hingga menjadi sebuah kista.
·         Kista folikuler biasanya tidak berbahaya, jarang menimbulkan nyeri dan sering hilang dengan sendirinya antara 2-3 siklus haid.
7.         Kista Denoma
·         Kista yang berkembang dari sel-sel pada lapisan luar permukaan ovarium, biasanya bersifat jinak.
·         Kistasenoma dapat tumbuh menjadi besar dan mengganggu organ perut lainnya dan menimbulkan nyeri.
8.         Kista Polikistik ovarium
·         Ovarium berisi banyak kista yang terbentuk dari bangunan kista folikel yang menyebabkan ovarium menebal.
·         Ini berhubungan dengan penyakit sindrom polikistik ovarium yang disebabkan oleh gangguan hormonal, terutama hormon androgen yang berlebihan.
·         Kista ini membuat ovarium membesar dan menciptakan lapisan luar tebal yang dapat menghalangi terjadinya ovulasi, sehingga sering menimbulkan masalah infertilitas.
C.       Penyebab
Hingga kini penyebab kista belum diketahui secara pasti. Dugaan sementara, karena faktor genetik. Bila orangtuanya ada kista atau tumor, kernungkinan ia terserang kista,” kata dokter alumnus University of Paris, Perancis itu. Makanan mengandung hormon dan kolsterol -makanan cepat saji kaya hormon estrogen- juga memicu kista endometriosis. Begitu pula kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mcngandung radikal bebas. Dampaknya, menurunkan antioksidan dalam tubuh sehingga imunitas berkurang.
Pola hidup juga memicu kista. Contohnya, merokok menyebabkan perubahan genetik dalam sel. Menurut Sidi, kista terjadi karena sumbatan dan peradangan. Akibat sumbatan kolesterol pada saluran tertentu, sel-sel tumor tumbuh di tempat itu. Jika karena peradangan pada sel kelenjar terjadi sekresi berlebih. Sayangnya, gejala tidak tampak pada fisik seseorang. Oleh karena itu kista kerap ditemukan secara kebetulan lewat pemeriksaan USG.

D.      Gejala
Kista dapat memberikan berbagai keluhan seperti nyeri sewaktu haid, nyeri perut bagian bawah, sering merasa ingin buang air besar atau kecil, dan pada keadaan yang sudah lanjut dapat teraba benjolan pada daerah perut. Untuk jenis kista folikel, biasanya tidak memberikan rasa nyeri. Sehingga kebanyakan penderita tidak menyadarinya. Namun, jika kista pecah, misalnya saat berhubungan seksual, penderita akan merasa nyeri yang bertambah bila melakukan aktivitas fisik berat.
Tidak seperti kista folikel, kista korpus luteum umumnya memberikan nyeri hanya pada satu sisi dari perut bagian bawah. Penderita juga mengalami perubahan pola haid, misalnya terlambat haid atau pendarahan diantara periode haid. Pendarahan vagina yang hebat dan tidak teratur jika berlangsung kronik dapat berakibat pada anemia. Nyeri perut yang timbul biasanya hebat dan dapat disertai mual dan muntah. Pembesaran perut juga sering terjadi pada beberapa jenis kista yang cenderung tumbuh makin besar.
Selain pada ovarium, kista dapat juga tumbuh di vagina dan daerah vulva (bagian luar alat kelamin wanita). Kista yang tumbuh di daerah vagina, antara lain inklusi, ductus gartner, endometriosis, dan adenosis. Sedangkan kista yang tumbuh di daerah vulva, antara lain pada kelenjar bartholini, kelenjar sebasea, serta inklusi epidermal.
Kista umumnya tidak disertai dengan keluhan atau gejala spesifik. Keluhan biasanya akan muncul jika ukuran kista sudah membesar dan letaknya mengganggu organ lain di sekitarnya. Jika si penderita menekan saluran kemih, usus, saraf, atau pembuluh darah besar di sekitar rongga panggul, maka?akan menimbulkan keluhan berupa susah buang air kecil dan buang air besar, gangguan pencernaan, kesemutan, atau bengkak pada kaki.
Kista memang tumor yang jinak, namun 20-30% kista dapat berpotensi menjadi ganas. Keadaan itu ditandai dengan terjadinya pembesaran tumor dalam waktu singkat sehingga memicu tumbuhnya kanker.
Pasalnya, sampai sekarang belum diketahui secara pasti faktor-faktor penyebab tumbuhnya kista dalam tubuh seorang wanita dan cara pencegahannya pun belum terungkap dengan jelas. Ada penelitian yang menyatakan bahwa penyebab terbentuknya kista pada ovarium adalah gagalnya sel telur untuk berovulasi. Dalam siklus reproduksi, satu sel telur dalam ovarium wanita setiap bulannya akan mengalami ovulasi, yaitu keluarnya inti sel telur dari folikel untuk kemudian ditangkap serabut fimbria dan ditempatkan di saluran ovarium, dan siap dibuahi jika bertemu sperma. Folikel yang sudah kehilangan inti sel telur itu disebut dengan corpus luteum, yang secara normal akan mengalami degenerasi dan hilang diserap tubuh.
Namun, ada kalanya proses keluarnya inti sel telur dari dalam folikel gagal terjadi. Sel telur yang gagal berovulasi tersebut lama-kelamaan dapat berubah menjadi kista. Selain itu, dapat pula terjadi kegagalan penyerapan corpus luteum oleh tubuh. Keadaan itu dapat pula berpotensi menyebabkan kista.
Selain disebabkan oleh kelainan pada sel telur (folikel), kista di ovarium juga dapat tumbuh begitu saja. Kista semacam itu terdiri atas selaput yang berisi darah kental dan sering disebut sebagai endometriosis.
Seiring dengan berjalannya waktu, kista akan terus mengalami pembesaran. Dalam jangka waktu tertentu, kista terus tumbuh hingga diameternya mencapai puluhan sentimeter. Sebenarnya tidak ada patokan mengenai ukuran besarnya kista sehingga berpotensi untuk pecah. Pecahnya kista dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rusak dan menimbulkan terjadinya perdarahan yang dapat berakibat fatal.

E.       Diagnosa
1.         Abdominal ultrasound
2.         Abdominal MRI
3.         Biopsy of the ovary
4.         Estrogen level
5.         Fasting glucose and insulin levels
6.         FSH levels
7.         Male hormone (testosteron) levels
8.         Urine 17-ketosteroids
9.         Vagina ultrasounds
10.     Tes darah yang dilakukan:
·           Pregnancy test (serum HCG)
·           Proactin levels
·           Throd function test
F.        Pencegahan
Sebagai wanita seharusnya dapat mencegah agar dirinya tidak mempunyai kista dalam peranakannya. Upaya yang dapat dilakukan adalah :
1.      Menghindari atau membatasi faktor pemicu terjadinya kista.
2.      Mengetahui secara dini penyakit ini, sehingga penderita tidak memasuki stadium yang terlalu berbahaya dan pengobatan yang diberikan masih memberikan hasil yang baik dengan komplikasi yang minimal. Upaya tersebut adalah dengan melakukan pemeriksaan secara berkala yang meliputi :
·         Pemeriksaan klinis ginekologik untuk mendeteksi adanya kista atau pembesaran ovarium lainnya.
·         Pemeriksaan USG, bila perlu dengan alat Doppler untuk mendeteksi aliran darah.
·         Pemeriksaan petanda tumor (tumor marker) Pemeriksaan CT-Scan / MRI bila dianggap perlu
Pemeriksaan diatas sangat dianjurkan terutama terhadap wanita yang mempunyai resiko akan terjadi kanker ovarium, yaitu :
·         Wanita yang haid pertama lebih awal dan menopause lebih lambat
·         Wanita yang tidak pernah atau sulit hamil
·         Wanita dengan riwayat keluarga menderita kanker ovarium
·         Wanita penderita kanker payudara dan kolon
Jadi, bagi para wanita, bila terdapat gangguan-gangguan yang berhubungan dengan organ-organ reproduksi Anda, seperti siklus menstruasi yang tidak teratur dan lainnya, segera perisakan diri Anda kepada dokter dan jagalah tubuh Anda, terutama peranakan Anda agar Anda tidak mengalami momok yang hampir semua wanita sangat menakutinya dengan melakukan pemeriksaan secara rutin organ reproduksi  kepada dokter Anda.
G.      Pengobatan
Pengobatan yang dilakukan untuk perempuan penderita kista tergantung dengan gejala yang timbul.
1.         Birth control pills
2.         Clomiphene citrate
3.         Flutamide
4.         Spironolactone
Perawatan dengan clomiphene citrate akan menyebabkan pituitary gland meningkatkan produksi HSF. Ini akan membantu sel telur menjadi matang dan dapat dialirkan menuju ovarium. Sering kali seorang perempuan membutuhkan obat-obatan yang kuat untuk memicu kehamilan.
Untuk perempuan yang mengalami kista, mereka juga berrisiko terkena diabetes mellitus. Oleh karena itu pengobatan dengan glucophane (metformin) akan diberikan untuk membuat sel-sel lebih sensitif menghasilkan insulin, yang menyebabkan proses ovulasi kembali normal.
Mengurangi berat badan dengan diet akan sangat membantu untuk mengurangi tingginya kadar insulin di dalam darah.


BAB III PENUTUP
A.      Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas penulis menyimpulkan
1.         Kista merupakan penyakit tumor jinak yang menyerang kaum wanita
2.         Tidak ada patokan mengenai ukuran besarnya kista sehingga berpotensi untuk pecah. Pecahnya kista dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rusak dan menimbulkan terjadinya perdarahan yang dapat berakibat fatal.
3.         Kista dapat memicu kanker ovarium
B.       Saran
Adapun saran-saran yang penulis dapat sampaikan :
1.         Kista dapat dicegah dengan pola hidup yang sehat seperti pola makan yang teratur serta berolahraga yang tertur
2.         Wanita sebaiknya mengetahui tentang penyakit kista dengan dengan cara menggali informasi lewat berbagai media agar dapat mengetaui dengan jelas penyebab dan dmpak dari kista itu sendiri.